Minggu, 04 November 2012

Tulisan Ilmu Sosial Dasar-Tokoh wayang


Tulisan

Ilmu Sosial Dasar (Tokoh Pewayangan Widura)

Widura atau Yamawidura  adalah salah satu tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia adalah putera ketiga Resi Byasa (Abyasa), dan itu berarti ia adalah adik dari Pandu dan Dretarastra.Widura adalah seorang yang bijaksana dan ahli dalam bidang hukum.
Dalam kitab Adiparwa atau Mahabharata bagian pertama, diceritakan bahwa Satyawati istri Prabu Santanu  meminta agar Abiyasa mengadakan yajna (upacara) untuk kedua janda Wicitrawirya agar memperoleh keturunan. Karena sewaktu Citranggada dan Wicitrawirya meninggal, mereka belum memberikan keturunan sebagai penerus takhta kerajaan, sementara anak kandung Prabu Santanu, Bisma sudah terikat dengan sumpahnya bahwa ia tidak akan menikah seumur hidupnya dan juga tidak akan mewarisi takhta Hastinapura. Oleh karena itu, Satyawati meminta Byasa, putera kandungnya dengan Palasara agar melaksanakan upacara tersebut.

Ambika yang mendapat giliran pertama, saat menghadap Byasa ia takut kemudian menutup wajahnya, maka anak yang dilahirkannya pun buta, yaitu Dretarastra. Kemudian Ambalika, saat menghadap Byasa, ia tidak menutup wajahnya, tetapi karena takut, wajahnya menjadi pucat, dan anak yang dilahirkannya pun wajahnya pucat yaitu Pandu.
Satyawati belum puas karena kedua putera yang dilahirkan menantunya mengalami cacat fisik. Maka ia meminta kepada Byasa, untuk melakukan satu kali lagi. Namun Ambika dan Ambalika tidak mau menghadapa Byasa lagi, maka mereka meminta seorang pelayan untuk menghadap Byasa. Sang pelayan saat menghadap Byasa tidak takut dan tenang, maka Byasa berkata bahwa anak yang kelak akan dilahirkannya akan menjadi anak yang berperilaku mulia, dan merupakan penjelmaan Dewa Dharma. Anak itu adalah Widura, atau Yamawidura.

Widura saat masih muda belajar di bawah bimbingan Bisma bersama kedua saudaranya, Pandu dan Dretarastra. Widura adalah sosok yang bijaksana bahkan paling bijaksana diantara kedua saudaranya. Ia belajar menjadi menteri raja, Pandu diangkat menjadi panglima perang, sedangkan Dretarastra dipilih sebagai putera mahkota. Karena Dretarastra buta, Pandu menggantikannya dan memerintah atas nama Dretarastra, sedangkan Widura menjadi penasihat raja menemani Dretarastra.

Widura adalah orang yang paling tanggap ketika Korawa memiliki niat untuk menyingkirkan Pandawa. Maka saat para Pandawa dan Kunthi diundang Sengkuni dan para Korawa untuk menghadiri pesta di puncak pegunungan Waranata, Widura memberi peringatan dan nasihat kepada Yudhistira, Bima dan para Pandawa yang lain, agar selalu waspada. Yamawidura juga memerintahkan Kanana, agar membuat terowongan rahasia yang sewaktu-waktu bisa menjadi jalan penyelamatan saat terjadi sesuatu di Bale Sigala-gala.

Widura juga berusaha mendamaikan pertikaian antara Pandawa dan Korawa mengenai masalah Hastinapura. Ia menghubungi para sesepuh Pandawa dan Korawa, diantaranya adalah Resi Bisma, Resi Drona, Prabu Dretarastra, Sri KresnaYudhistira dan Doryudana untuk mendiskusikan masalah tersebut. Ketika perang antara Pandawa dan Korawa meletus, Widura tidak turut turun ke medan laga, ia tetap tinggal di Hastinapura, meskipun ia tidak memihak para Korawa.

Dalam pewayangan Jawa, Widura lebih dikenal dengan Yamawidura, ia berkeduduan sebagai adipati Pagombakan, yaitu negeri kecil bawahan Hastinapura. Ia adalah putera ketiga Abiyasa dengan seorang dayang bernama Datri. 

Namun dalam pewayangan Jawa, diceritakan saat Datri menyamar menjadi Ambalika untuk memperoleh keturunan, Datri juga ketakutan saat bertemu dengan Abyasa. Ia mencoba lari keluar kamar, akibatnya , Datri melahirkan bayi berkaki pincang yang diberi nama Widura.

Widura menikah dengan Padmarini, puteri Dipacandra dan Pagombakan, bawahan negeri Hastina. Widura kemudian menggantikan kedudukan Dipacandra, setelah mertuanya meninggal. Ia memiliki patih bernama Jayasemedi. Widura memiliki putera bernama Sanjaya, yang menjadi juru penuntun Dretarastra. Namun dalam versi Mahabharata, antara Widura dan Sanjaya sama sekali tidak ada hubungan darah.

Setelah sepeninggal Pandu, Pandawa tidak menetap di Hastina, melainkan tinggal bersama Widura di Pagombakan. Widura mendidik kelima keponakannya agar menjadi manusia-manusia utama.

Saat Pandawa dijebak oleh para Korawa dalam Balai Sigala-gala, Widura sebelumnya sudah membangun terowongan rahasia di bawah balai tersebut. Melalui terowongan itulah para Pandawa dan Kunthi, berhasil meloloskan diri dari maut.
Widura dikisahkan berumur panjang, sementara puternya Sanjaya, gugur dalam perang Baratayuddha saat melawan Karna. Widura meninggal saat bertapa di hutan setelah para Pandawa berhasil mendapatkan kembali kekuasaan atas negeri Hastinapura.


Sumber : dalang 666











Tulisan Ilmu Sosial Dasar(Tokoh Wayang)


Tulisan

Ilmu Sosial Dasar (Tokoh Pewayangan Widura)

Widura atau Yamawidura  adalah salah satu tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia adalah putera ketiga Resi Byasa (Abyasa), dan itu berarti ia adalah adik dari Pandu dan Dretarastra.Widura adalah seorang yang bijaksana dan ahli dalam bidang hukum.
Dalam kitab Adiparwa atau Mahabharata bagian pertama, diceritakan bahwa Satyawati istri Prabu Santanu  meminta agar Abiyasa mengadakan yajna (upacara) untuk kedua janda Wicitrawirya agar memperoleh keturunan. Karena sewaktu Citranggada dan Wicitrawirya meninggal, mereka belum memberikan keturunan sebagai penerus takhta kerajaan, sementara anak kandung Prabu Santanu, Bisma sudah terikat dengan sumpahnya bahwa ia tidak akan menikah seumur hidupnya dan juga tidak akan mewarisi takhta Hastinapura. Oleh karena itu, Satyawati meminta Byasa, putera kandungnya dengan Palasara agar melaksanakan upacara tersebut.

Ambika yang mendapat giliran pertama, saat menghadap Byasa ia takut kemudian menutup wajahnya, maka anak yang dilahirkannya pun buta, yaitu Dretarastra. Kemudian Ambalika, saat menghadap Byasa, ia tidak menutup wajahnya, tetapi karena takut, wajahnya menjadi pucat, dan anak yang dilahirkannya pun wajahnya pucat yaitu Pandu.
Satyawati belum puas karena kedua putera yang dilahirkan menantunya mengalami cacat fisik. Maka ia meminta kepada Byasa, untuk melakukan satu kali lagi. Namun Ambika dan Ambalika tidak mau menghadapa Byasa lagi, maka mereka meminta seorang pelayan untuk menghadap Byasa. Sang pelayan saat menghadap Byasa tidak takut dan tenang, maka Byasa berkata bahwa anak yang kelak akan dilahirkannya akan menjadi anak yang berperilaku mulia, dan merupakan penjelmaan Dewa Dharma. Anak itu adalah Widura, atau Yamawidura.

Widura saat masih muda belajar di bawah bimbingan Bisma bersama kedua saudaranya, Pandu dan Dretarastra. Widura adalah sosok yang bijaksana bahkan paling bijaksana diantara kedua saudaranya. Ia belajar menjadi menteri raja, Pandu diangkat menjadi panglima perang, sedangkan Dretarastra dipilih sebagai putera mahkota. Karena Dretarastra buta, Pandu menggantikannya dan memerintah atas nama Dretarastra, sedangkan Widura menjadi penasihat raja menemani Dretarastra.

Widura adalah orang yang paling tanggap ketika Korawa memiliki niat untuk menyingkirkan Pandawa. Maka saat para Pandawa dan Kunthi diundang Sengkuni dan para Korawa untuk menghadiri pesta di puncak pegunungan Waranata, Widura memberi peringatan dan nasihat kepada Yudhistira, Bima dan para Pandawa yang lain, agar selalu waspada. Yamawidura juga memerintahkan Kanana, agar membuat terowongan rahasia yang sewaktu-waktu bisa menjadi jalan penyelamatan saat terjadi sesuatu di Bale Sigala-gala.

Widura juga berusaha mendamaikan pertikaian antara Pandawa dan Korawa mengenai masalah Hastinapura. Ia menghubungi para sesepuh Pandawa dan Korawa, diantaranya adalah Resi Bisma, Resi Drona, Prabu Dretarastra, Sri KresnaYudhistira dan Doryudana untuk mendiskusikan masalah tersebut. Ketika perang antara Pandawa dan Korawa meletus, Widura tidak turut turun ke medan laga, ia tetap tinggal di Hastinapura, meskipun ia tidak memihak para Korawa.

Dalam pewayangan Jawa, Widura lebih dikenal dengan Yamawidura, ia berkeduduan sebagai adipati Pagombakan, yaitu negeri kecil bawahan Hastinapura. Ia adalah putera ketiga Abiyasa dengan seorang dayang bernama Datri. 

Namun dalam pewayangan Jawa, diceritakan saat Datri menyamar menjadi Ambalika untuk memperoleh keturunan, Datri juga ketakutan saat bertemu dengan Abyasa. Ia mencoba lari keluar kamar, akibatnya , Datri melahirkan bayi berkaki pincang yang diberi nama Widura.

Widura menikah dengan Padmarini, puteri Dipacandra dan Pagombakan, bawahan negeri Hastina. Widura kemudian menggantikan kedudukan Dipacandra, setelah mertuanya meninggal. Ia memiliki patih bernama Jayasemedi. Widura memiliki putera bernama Sanjaya, yang menjadi juru penuntun Dretarastra. Namun dalam versi Mahabharata, antara Widura dan Sanjaya sama sekali tidak ada hubungan darah.

Setelah sepeninggal Pandu, Pandawa tidak menetap di Hastina, melainkan tinggal bersama Widura di Pagombakan. Widura mendidik kelima keponakannya agar menjadi manusia-manusia utama.

Saat Pandawa dijebak oleh para Korawa dalam Balai Sigala-gala, Widura sebelumnya sudah membangun terowongan rahasia di bawah balai tersebut. Melalui terowongan itulah para Pandawa dan Kunthi, berhasil meloloskan diri dari maut.
Widura dikisahkan berumur panjang, sementara puternya Sanjaya, gugur dalam perang Baratayuddha saat melawan Karna. Widura meninggal saat bertapa di hutan setelah para Pandawa berhasil mendapatkan kembali kekuasaan atas negeri Hastinapura.


Sumber : dalang 666











Tulisan Ilmu Sosial Dasar (Lokal)


Tulisan

Ilmu Sosial Dasar (Lokal)

Ilmu pengetahuan dapat dikelompokan melalui beberapa cara. Secara umum ilmu pengetahuan dikelompokan menjadi tiga yaitu ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan ilmu pengetahuan budaya atau lebih umum disebut ilmu pengetahuan humaniora. Pengelompokan ilmu pengetahuan ini yang mendasari pengembangan Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, dan Ilmu Budaya Dasar sebagai matakuliah dasar umum yang wajib diambil oleh mahasiswa di samping matakuliah dasar umum lainnya seperti Agama, Pancasila, dan Kewiraan. Matakuliah Ilmu Sosial Dasar bukanlah merupakan suatu disiplin ilmu tetapi lebih merupakan kajian yang sifatnya multi atau interdisipliner. Ilmu Sosial Dasar diajarkan untuk memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum kepada mahasiswa tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial yang terjadi di sekitamya. Dengan demikian, diharapkan mahasiswa dapat memiliki kepekaan sosial yang tinggi terhadap lingkungan sosialnya. Dengan kepekaan sosial yang dimilikinya, mahasiswa diharapkan memiliki kepedulian sosial dalam menerapkan ilmunya di masyarakat.

Permasalahan Ilmu Sosial Dasar pada kota Jakarta

Kota Metropolitan atau sering kita kenal dengan Kota Jakarta yang berlokasi di sebelah utara Pulau Jawa, di muara Ci Liwung, Teluk Jakarta. Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter dpl. Hal ini mengakibatkan Jakarta sering dilanda banjir. Sebelah selatan Jakarta merupakan daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Jakarta dilewati oleh 13 sungai yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai yang terpenting ialah Ci Liwung, yang membelah kota menjadi dua. Sebelah timur dan selatan Jakarta berbatasan dengan provinsi Jawa Barat dan di sebelah barat berbatasan dengan provinsi Banten.
Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di Teluk Jakarta. Sekitar 105 pulau terletak sejauh 45 km (28 mil) sebelah utara kota.

Pada Transportasi DKI Jakarta, tersedia jaringan jalan raya dan jalan tol yang melayani seluruh kota, namun perkembangan jumlah mobil dengan jumlah jalan sangatlah timpang (5-10% dengan 4-5%).Menurut data dari Dinas Perhubungan DKI, tercatat 46 kawasan dengan 100 titik simpang rawan macet di Jakarta. Definisi rawan macet adalah arus tidak stabil, kecepatan rendah serta antrean panjang. Selain oleh warga Jakarta, kemacetan juga diperparah oleh para pelaju dari kota-kota di sekitar Jakarta seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor yang bekerja di Jakarta. Untuk di dalam kota, kemacetan dapat dilihat di Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, Jalan Rasuna Said, dan Jalan Gatot Subroto terutama pada jam-jam pulang kantor.
Untuk melayani mobilitas penduduk Jakarta, pemerintah menyediakan sarana bus PPD. Selain itu terdapat pula bus kota yang dikelola oleh pihak swasta, seperti Mayasari Bhakti, Metro Mini, Kopaja, dan Bianglala. Bus-bus ini melayani rute yang menghubungkan terminal-terminal dalam kota, antara lain Pulogadung, Kampung Rambutan, Blok M, Kalideres, Grogol, Tanjung Priok, Lebak Bulus, dan Kampung Melayu.
Untuk ke kota-kota di Pulau Jawa, bisa dicapai dari Jakarta dengan jaringan jalan dan beberapa ruas jalan tol. Jalan tol terbaru adalah Jalan Tol Cipularang yang mempersingkat waktu tempuh Jakarta-Bandung menjadi sekitar 1,5 jam. Selain itu juga tersedia layanan kereta api yang berangkat dari enam stasiun pemberangkatan di Jakarta. Untuk ke pulau Sumatera, tersedia ruas jalan tol Jakarta-Merak yang kemudian dilanjutkan dengan layanan penyeberangan dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni. Untuk ke luar pulau dan luar negeri, Jakarta memiliki satu pelabuhan laut di Tanjung Priok dan dua bandar udara.
Bandara yang terdapat di Jakarta adalah:
Pemda juga sedang membangun dua jalur monorel yaitu Green Line dan Blue Line, namun pembangunan monorel ini tidak berjalan lancar dan sering terhenti akibat berbagai masalah yang masih dihadapi konsorsium pembangunnya, PT Jakarta Monorail. Proyek ini diberi nama Monorel Jakarta. Pemerintah Daerah DKI Jakarta juga tengah mempersiapkan pembangunan kereta bawah tanah (subway) yang dananya diperoleh dari pinjaman lunak negara Jepang. Untuk lintasan kereta api, pemerintah sedang menyiapkan double-double track pada jalur lintasan kereta api Manggarai-Cikarang. Selain itu juga, saat ini sedang direncanakan untuk membangun jalur kereta api dari Manggarai menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng.
Jumlah penduduk Jakarta sekitar 7.512.323 (2006), namun pada siang hari, angka tersebut akan bertambah seiring datangnya para pekerja dari kota satelit seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, dan Depok. Kota/kabupaten yang paling padat penduduknya adalah Jakarta Timur dengan 2.131.341 penduduk, sementara Kepulauan Seribu adalah kabupaten dengan paling sedikit penduduk, yaitu 19.545 jiwa.
Dengan semakin banyak jumlah penduduk dan jumlah pembangunan di DKI JAKARTA,salah satu boomerang adalah dengan persoalan banjir yang kunjung tidak ada habisnya. Pembangunan tanpa kendali di wilayah hilir, penyimpangan peruntukan lahan kota, dan penurunan tanah akibat eksploitasi air oleh industri, menyebabkan turunnya kapasitas penyaluran air sistem sungai, yang menyebabkan terjadinya banjir besar di Jakarta.