Jumat, 24 Mei 2013

Konvensi-Konvensi Internasional (Tugas 6)

Konvensi-konvensi internasional merupakan suatu perjanjian internasional antar negara yang dimana telah diatur dan disepakati bersama. Terkadang perjanjian tersebut telah mengalami revisi dan penyempurnaan berulang kali dengan tujuan memenuhi keinginan perlindungan terhadap hasil karya dari si pencipta. Beberapa contoh konvensi-konvensi internasional seperti Berner Convention atau Konvensi Berner, UCC (Universal Copyright Convention) dan beberapa contoh konvensi-konvensi lainnya tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Penulisan pada tugas ini saya akan membahas beberapa contoh tersebut.


A. Berner Convention atau Konvensi Berner

Konvensi ini merupakan persetujuan internasional mengenai hak cipta, pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886. Konvensi Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dimana kedua badan tersebut bergabung menjadi Biro Internasional Bersatu untuk perlindungan kekayaan intelektual di Bern pada tahun 1893. Konvensi Bern direvisi di Parispada tahun 1896 dan di Berlin pada tahun 1908, kemudian diselesaikan di Bern pada tahun 1914. Konvensi Bern direvisi kembali di Roma pada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun 1971, dan diubah kembali pada tahun 1979.

Pada Januari 2006, terdapat 160 negara anggota konvensi Bern. Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka adalah warga negaranya sendiri. Konvensi Bern bukanlah sekedar persetujuan tentang bagaimana hak cipta harus diatur di negara-negara anggotanya, melainkan menetapkan serangkaian tolak ukur minimum yang harus dipenuhi oleh undang-undang hak cipta dari masing-masing negara.

Hak cipta dibawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara eksplisit. Konvensi Bern menyatakan bahwa semua karya, kecuali fotografi dan sinematografi, akan dilindungi sekurang-kurangnya selama 50 tahun setelah si pembuatnya meninggal dunia, namun masing-masing negara anggotanya bebas untuk memberikan perlindungan untuk jangka waktu yang lebih lama. Untuk fotografi, Konvensi Bern menetapkan batas minimum selama 25 tahun sejak tahun foto tersebut dibuat, dan untuk sinematografi batas minimumnya adalah 50 tahun sejak pertunjukan pertamanya, atau 50 tahun setelah pembuatannya apabila film tersebut tidak pernah dipertunjukan dalam waktu 50 tahun sejak pembuatannya.

Meskipun Konvensi Bern menyatakan bahwa undang-undang hak cipta dari negara yang melindungi suatu karya tertentu akan diberlakukan, ayat 7.8 menyatakan bahwa "kecuali undang-undang dari negara itu menyatakan hal yang berbeda, maka masa perlindungan itu tidak akan melampaui masa yang ditetapkan dari negara asal dari karya itu", artinya si pengarang biasanya tidak berhak mendapatkan perlindungan yang lebih lama di luar negeri daripada di negeri asalnya, meskipun misalnya undang-undang di luar negeri memberikan perlindungan yang lebih lama.


B. Universal Copyright Convention (UCC)

Konvensi Internasional Hak Cipta (Univesal Copyright Convention) diselenggarakan pada tahun 1952 yang ditandatangani di Geneva. Konvensi ini direvisi kembali di Paris pada tahun 1971, menentukan secara umum lamanya perlindungan hak cipta tidak boleh kurang dari selama hidup pencipta dan 25 (dua puluh lima) tahun setelah meninggal dunia. Pada ayat (2b) disebutkan bahwa perlindungan hak cipta bisa didasarkan pada saat pertama diumumkan atau didaftarkan. Lamanya perlindungan tidak boleh kurang dari 25 (dua puluh lima) tahun mulai pada saat pengumuman atau pendaftaran karya cipta tersebut.

Konvensi Internasional Hak Cipta (Universal Copyright Convention) pada pasal 4 ayat (3), memberikan ketentuan khusus lamanya perlindungan untuk karya cipta tertentu, yaitu bidang fotografi dan seni pakai (applied art). Lamanya jangka waktu perlindungan bisa disesuaikan dengan lamanya perlindungan untuk bidang pekerjaan artistik (artistic work), atau paling minimal tidak boleh kurang dari 10 (sepuluh) tahun.


C. Konvensi-Konvensi Tentang HAKI

Paris Treaty merupakan lanjutan dari Kongres Wina pada tahun 1873 di Wina. Konvensi ini merupakan rancangan akhir yang mengusulkan sebuah serikat internasional untuk perlindungan aset industri yang disipkan di Perancis, dan dikirim oleh pemerintah Perancis ke negara lain bersama undangan untuk menghadiri konferensi internasional pada tahun 1880 di Paris. Konferensi itu mengadopsi rancangan konvensi yang terkandung dalam esensi ketentuan substantif hari ini masih merupakan fitur utama dari Konvensi Paris.

Ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Paris dibagi menjadi kategori utama : Pertama, berisi aturan hukum substantif yang menjamin hak dasar yang dikenal sebagai hak kesamaan status di setiap negara anggota; Kedua, berisi menetapkan hak dasar lain yang dikenal sebagai hak prioritas; Ketiga, mendefinisikan sejumlah aturan umum di bidang hukum substantif, baik aturan menetapkan hak dan kewajiban perseorangan dan badan hukum atau aturan-aturan yang membutuhkan atau mengizinkan negara-negara anggota untuk memberlakukan undang-undang berikut aturan; Keempat, adanya kerangka administrasi yang telah dibentuk untuk menerapkan konvensi. Konvensi Paris disahkan dan dituangkan dengan nama Paris Convention or the Protection of Industrial Property.

Secara umum, Konvensi Paris mengatur hak kekayaan intelektual negara diakses bagi warga negara pihak negara-negara lain untuk konvensi, yang memungkinkan tingkat perlindungan yang sama dan solusi hukum yang sama terhadap pelanggaran. Arti Konvensi Paris bagi rezim perlindungan hak cipta atau HAKI di dunia yaitu sebagai dasar legal global pertama yang berfokus pada perlindungan hak kepemilikan atau hak cipta.

Konvensi-konvensi lainnya tentang HAKI seperti World Intellectual Property Organization (WIPO) yang terbentuk pada tanggal 14 Juli 1967 di Stockholm. Badan ini merupakan salah satu badan khusus PBB yang dibentuk dengan tujuan untuk mendorong kreativitas dan memperkenalkan perlindungan kekayaan intelektual ke seluruh dunia. Pada dasarnya, WIPO didirikan untuk melindungi hak cipta dan kebudayaan yang dimiliki oleh negara-negara anggota PBB. Adapun tugas-tugas WIPO dalam bidang HAKI, antara lain mengurus kerjasama administrasi pembentukan perjanjian atau traktat internasional dalam rangka perlindungan hak kekayaan intelektual, mengembangkan dan melindungi hak kekayaan intelektual di seluruh dunia, mengadakan kerjasama dengam organisasi internasional lainnya, memberikan bantuan teknik kepada negara-negara berkembang, serta mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi.

Contoh konvensi berikutnya yaitu Trade Related Aspect Intellectual Property Rights (TRIPs) sebagai instrumen hukum pengelolaan hak kekayaan intelektual dunia sebenanya tidak terlepas dari pelaksanaan Uruguay Round pada tahun 1990. TRIPs ini adalah puncak dari lobi intens oleh Amerika Serikat yang juga didukung oleh Uni Eropa, Jepang, dan negara maju lainnya. Ketentuan substantif TRIPs ini dalam hak kekayaan intelektual di bidang industri seperti hak paten, ketentuan merek dagang, nama dagang, modal utilitas, desain industri dan persaingan tidak sehat lainnya yang diadopsi dari Konvensi Paris. Sedangkan untuk perlindungan seperti karya sastra dan seni, TRIPs lebih banyak mengadopsi persetujuan Bern. Dalam praktiknya, TRIPs mewajibkan setiap negara anggotanya untuk memberikan perlindungan yang kuat terhadap hak kekayaan intelektual.

Adapun tujuan dan prinsip dari TRIPs antara lain mengurangi penyimpangan dan hambatan bagi perdagangan internasional, menjamin bahwa tindakan dan prosedur untuk menegakkan hak kekayaan intelektual tidak menjadi kendala bagi perdagangan yang sah. Selain itu, tujuan dan prinsip lainnya adalah mendukung motivasi, alih dan teknologi untuk keuntungan bersama antara produsen dan pengguna pengetahuan teknologi dengan cara yang kondusif bagi kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.


Referensi: