Selasa, 09 Oktober 2012

Ilmu Sosial Dasar


Ilmu Sosial Dasar-Suku bangsa Indonesia(Upacara dan Ritual)

Aneka ragam suku bangsa jawa tengah dan jawa timur  dengan upacara adat-adatnya

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang berlaku secara nasional, namun demikian Bahasa Jawa dituturkan oleh sebagian besar Suku Jawa. Bahasa Jawa yang dituturkan di Jawa Timur memiliki beberapa dialek/logat. Di daerah Mataraman (eks-Karesidenan Madiun dan Kediri), Bahasa Jawa yang dituturkan hampir sama dengan Bahasa Jawa Tengahan (Bahasa Jawa Solo-an). Di daerah pesisir utara bagian barat (Tuban dan Bojonegoro), dialek Bahasa Jawa yang dituturkan mirip dengan yang dituturkan di daerah Blora-Rembang di Jawa Tengah.  Dialek Bahasa Jawa di bagian tengah dan timur dikenal dengan Bahasa Jawa Timuran, yang dianggap bukan Bahasa Jawa baku. Ciri khas Bahasa Jawa Timuran adalah egaliter, blak-blakan, dan seringkali mengabaikan tingkatan bahasa layaknya Bahasa Jawa Baku, sehingga bahasa ini terkesan kasar. Namun demikian, penutur bahasa ini dikenal cukup fanatik dan bangga dengan bahasanya, bahkan merasa lebih akrab. Bahasa Jawa Dialek Surabaya dikenal dengan Boso Suroboyoan. Dialek Bahasa Jawa di Malang umumnya hampir sama dengan Dialek Surabaya, hanya saja ada beberapa kata yang diucapkan terbalik, misalnya mobil diucapkan libom, dan polisi diucapkan silup; ini dikenal sebagai Boso Walikan. Saat ini Bahasa Jawa merupakan salah satu mata pelajaran muatan lokal yang diajarkan di sekolah-sekolah dari tingkat SD hingga SLTA. Bahasa Madura dituturkan oleh Suku Madura di Madura maupun dimanapun mereka tinggal. Bahasa Madura juga dikenal tingkatan bahasa seperti halnya Bahasa Jawa, yaitu enja-iya (bahasa kasar), engghi-enten (bahasa tengahan), dan engghi-bhunten (bahasa halus). Dialek Sumenep dipandang sebagai dialek yang paling halus, sehingga dijadikan bahasa standar yang diajarkan di sekolah. Di daerah Tapal Kuda.

Upacara adat suku jawa tengah dan jawa timur :

1. Selamatan
Salah satu kebiasaan masyarakat Jawa pada umumnya adalah upacara adat  jawa timur  menyelenggarakan selamatan, yaitu suatu acara pengiriman doa bagi yang melakukan selamatan. Acara ini biasanya dihadiri oleh para tetua desa, tetangga dekat, sanak saudara, dan keluarga inti. Setelah selamatan selesai, tetamu biasanya akan dibawakan aneka penganan basah (nasi, lauk pauk, dan tambahan snack atau kue-kue) atau penganan kering (mi instan, kecap, minyak goreng, saus tomat, saus sambal) yang dinamakan besekanatau berkat.
Berikut ini adalah tiga jenis selamatan atau biasa disebut kendurenan.
a. Kenduren Badan (Lebaran) atau Mudunan
Kendurenan ini upacara adat jawa timur diselenggarakan pada hari raya Idul Fitri. Tujuannya adalah mengantarkan arwah leluhur kembali ke peristirahatannya. Sebelum melakukan kenduren badan, didahului oleh acara nyekar ke makam leluhur atau sanak saudara lain.

b. Kenduren Likuran
Kenduren likuran upacara adat jawa timur ini diselenggarakan setiap tanggal 21 bulan Puasa (Ramadan). Kenduren ini dimaksudkan untuk memperingati Nuzulul Quran dan dilaksanakan dalam satu RT. Biasanya, bertempat di kediaman tetua masyarakat atau ketua RT. Uniknya, makanan dalam kenduren ini dibawa oleh tiap-tiap undangan dan biasanya terdiri atas lodeh krecek, sambal goreng kentang, rempeyek kacang atau teri, kerupuk, lalapan, dan sambal.

c. Kenduren Ujar atau Tujuan Tertentu
Kenduren upacara adat jawa timur ini dilakukan oleh suatu keluarga yang memiliki nazar atau tujuan tertentu pada bulan Suro (Muharam). Ritual kenduren ini biasanya dimulai dengan nyekar ke makam leluhur. Menu wajib kenduren ini adalah ayam panggang utuh dan gudangan (urap).

d. Kenduren Wetonan
Kenduren wetonan upacara adat jawa timur ( wedalan ) Di namakan wetonan karena tujuannya untuk selametan pada hari lahir ( weton, jawa ) seseorang. Dan di lakukan oleh hampir setiap warga, biasanya 1 keluarga 1 weton yang di rayain , yaitu yang paling tua atau di tuakan dalam keluarga tersebut.
Kenduren ini upacara adat jawa timur di lakukan secara rutinitas setiap selapan hari ( 1 bulan ). Biasanya menu sajiannya hanya berupa tumpeng dan lauk seperti sayur, lalapan, tempe goreng, thepleng, dan srundeng. tidak ada ingkung nya ( ayam panggang ).

e. Keduren Sabanan
Kenduren Sabanan ( Munggahan ) Kenduren upacara adat jawa timur ini menurut cerita tujuannya untuk menaik kan para leluhur. Di lakukan pada bulan Sya’ban, dan hampir oleh seluruh masyarakat di Watulawang dan sekitarnya.
Siang hari sebelum di laksanakan upacara ini, biasanya di lakukan ritual nyekar, atau tilik bahasa watulawangnya, yaitu mendatangi makan leluhur, untuk mendoakan arwahnya, biasanya yang di bawa adalah kembang, menyan dan empos ( terbuat dari mancung ).
Tradisi bakar kemenyan memang masih di percaya oleh masyarakat watulawang, sebelum mulai kenduren ini pun, terlebih dahulu di di jampi jampi in dan di bakar kemenyan di depan pintu. Menu sajian dalam kenduren sabanan ini sedikit berbeda dengan kenduren Wedalan, yaitu disini wajib memakai ayam pangang ( ingkung ).
  
f. Kenduran Badan (Lebaran)
Kenduren Badan ( Lebaran ) atau mudunan Kenduren upacara adat jawa tengah ini di laksanakan pada hari Raya Idul Fitri, pada tanggal 1 sawal ( aboge ). kenduren ini sama seperti kenduren Likuran, hanya tujuannya yang berbeda yaitu untuk menurunkan leluhur. Yang membedakan hanya, sebelum kenduren Badan, biasanya di dahului dengan nyekar ke makam luhur dari masing-masing keluarga.

2. Grebegan
Dalam satu tahun, upacara grebegan upacara adat jawa timur dilaksanakan selama tiga kali, yaitu tanggal 12 Mulud, 1 Syawal, dan tanggal 10 besar. Grebegan dilakukan oleh raja yang memerintah saat itu, misalnya raja di Solo dan Yogyakarta. Tujuannya yaitu mengeluarkan sedekah sebagai rasa syukur ke hadirat Tuhan YME atas segala kemakmuran di wilayahnya.
Sedekah grebegan terdiri atas gunungan kakung (lelaki) dan gunungan estri (perempuan). Gunungan kakung ini berbentuk kerucut yang tersusun dari kacang panjang dan cabae merah, telur bebek, sisi kanan kirinya diberi bendera Indonesia berukuran kecil. Gunungan estri tersusun dari aneka penganan dari tepung beras, misalnya kue mangkok, putu, dan lain-lain, yang ditempatkan dalam keranjang yang penuh rangkaian bunga dan di bagian atas dihiasi bendera Indonesia kecil.
Ziarah ke makam Sultan-Sultan Demak & Sunan Kalijaga
Grebeg Besar Demak upacara adat jawa tengah diawali dengan pelaksanaan ziarah oleh Bupati, Muspida dan segenap pejabat dilingkungan Pemerintah Kabupaten Demak, masing-masing beserta istri/suami, ke makam Sultan-Sultan Demak dilingkungan Masjid agung Demak dan dilanjutkan dengan ziarah ke makam Sunan Kalijaga di Kadilangu. Kegiatan ziarah tersebut dilaksanakan pada jam 16.00 WIB; kurang lebih 10 (sepuluh) hari menjelang tanggal 10 Dzulhijah.
Selamatan Tumpeng Sanga
Selamatan Tumpeng Sanga dilaksanakan pada malam hari menjelang hari raya Idul Adha bertempat di Masjid Agung Demak. Sebelumnya kesembilan tumpeng terebut dibawa dari Pendopo Kabupaten Demak dengan diiringi ulama, para santri, beserta Muspida dan tamu undangan lainnya menuju ke Masjid Agung Demak.
Penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga dilaksanakan oleh petugas dibawah pimpinan Sesepuh Kadilangu di dalam cungkup gedong makam Sunan Kalijaga Kalijaga. Sesepuh dan ahli waris percaya, bahwa ajaran agama Islam dari Rasulullah Muhammad SAW dan disebar luaskan oleh Sunan Kalijaga adalah benar.
Oleh karena itu penjamasan dilakukan dengan mata tertutup. Hal tersebut mengandung makna, bahwa penjamas tidak melihat dengan mata telanjang, tetapi melihat dengan mata hati. Artinya ahli waris sudah bertekad bulat untuk menjalankan ibadah dan mengamalkan agama Islam dengan sepenuh hati.
Dengan selesainya penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga tersebut, maka berakhir pulalah rangkaian acara Grebeg Besar Demak.

3. Sekatenan
Asal-usul upacara sekaten upacara adat jawa tengah berasal dari Kerajaan Demak. Sebagai kerajaan Islam, Kerajaan Demak sering memperingati berbagai kejadian besar dalam sejarah Islam ke dalam berbagai upacara adat. Misalnya, sekatenan yang sebenarnya diambil dari istilah Islam “syahadatan”, yaitu sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Sekatenan ditandai dengan diadakannya pasar malam selama satu bulan sebelum upacara sekatenan yang sebenarnya. Lalu, dikeluarkannya dua perangkat gamelan sakral, Kyai Gunturmadu dan Kyai Guntursari, dari keraton. Kedua gamelan ini dipajang selama enam hari, yaitu mulai hari keenam sampai kesebelas di bulan Mulud. Ketika hari ketujuh tiba, kedua gamelan ditabuh (dibunyikan) menandai perayaan puncak.
Pada masa-masa permulaan perkembangan agama Islam di Jawa, salah seorang dari Wali Songo, yaitu Sunan Kalijogo, mempergunakan instrumen musik Jawa Gamelan, sebagai sarana untuk memikat masyarakat luas agar datang untuk menikmati pergelaran karawitannya. Untuk tujuan itu dipergunakan 2 perangkat gamelan, yang memiliki laras swara yang merdu yaitu Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu.
Sebelum upacara Sekaten upacara adat jawa tengah dilaksanakan, diadakan dua macam persiapan, yaitu persiapan fisik dan spiritual. Persiapan fisik berupa peralatan dan perlengkapan upacara Sekaten, yaitu  Gamelan Sekaten, Gendhing Sekaten, sejumlah uang logam, sejumlah bunga kanthil, busana seragam Sekaten, samir untuk niyaga, dan perlengkapan lainnya, serta naskah riwayat maulud Nabi Muhammad SAW.
Untuk persiapan spiritual, dilakukan beberapa waktu menjelang Sekaten. Para abdi dalem Kraton Yogyakarta yang nantinya terlibat di dalam penyelenggaraan upacara mempersiapkan mental dan batin untuk mengembang tugas sakral tersebut. Terlebih para abdi dalem yang bertugas memukul gamelan Sekaten, mereka mensucikan diri dengan berpuasa dan siram jamas.
Selanjutnya, upacara upacara adat jawa tengah ditutup dengan dikeluarkannya gunungan yang disebut gunungan Mulud. Gunungan ini berisi aneka penganan jajan pasar dan hasil bumi sebagai tanda syukur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar