Pengertian HAK Cipta
Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau
informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin
suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut
untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula,
hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada
berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan
tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film,
karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman
suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio
dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta
merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda
secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang
memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan
merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah
orang lain yang melakukannya.
Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda
menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern
agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa
bangsa asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan
tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan
undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut
kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor
12 Tahun 1997,
dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia
dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah
meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade
Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of
Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan
tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut
diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern
melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World
Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak
Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
Fungsi Hak Cipta ,Sifat dan Penggunaan
Undang-undang Hak Cipta
Fungsi hak cipta dan sifatnya terteradalam UU RI No 19 tahun 2009 mengenai hak cipta pada BAB II mengenai lingkup hak cipta. Berikut ini adalah pasal-pasal yang dijelaskan:
Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Fungsi hak cipta dan sifatnya terteradalam UU RI No 19 tahun 2009 mengenai hak cipta pada BAB II mengenai lingkup hak cipta. Berikut ini adalah pasal-pasal yang dijelaskan:
Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Pasal 2
Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Pasal 3
Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak.
Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena:
Pewarisan;
Hibah;
Wasiat;
Perjanjian tertulis; atau
Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
Hak Cipta yang dimiliki oleh Pencipta, yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Hak Cipta yang tidak atau belum diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Bagian Kedua
Pencipta
Pasal 5
Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah:
orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal; atau
orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan.
Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai Pencipta ceramah tersebut.
Pasal 6
Jika suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas bagian Ciptaannya itu.
Pasal 7
Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu.
Pasal 8
Jika suatu Ciptaan
dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya,
Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan itu
dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak
mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar
hubungan dinas.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.
Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.
Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak
Pasal 9
Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa Ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai Penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai Penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya.
Macam-macam
Hak Cipta
Hasil karya yang diciptakan oleh
seseorang yang dilindungi yaitu hasil karya yang berupa ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra. Macam-macam hak cipta yang bisa diperoleh yaitu meliputi karya:
a. Buku,
program komputer, pamflet, perwajahan (lay out )karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
b. Ceramah,
kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. Alat
peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. Lagu
atau musik dengan atau tanpa teks;
e. Drama
atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan
pantomim;
f. Seni
rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g. Arsitektur;
h. Peta;
i.
Seni
batik;
j.
Fotografi;
k. Sinematografi;
l.
Terjemahan,
tafsir, saduran, bunga rampai dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Kasus masalah Hak
Cipta di Indonesia
Contoh
pelanggaran Hak Cipta yaitu adanya pelanggaran Hak Cipta yang dilakukan oleh
negara Malaysia. Setelah gagal mengklaim lagu Rasa Sayange, Malaysia mencoba
mengklaim kesenian yang lain yaitu kesenian rakyat Jawa Timur: Reog Ponorogo
yang diklaim Malaysia sebagai kesenian mereka. Kesenian Wayang Kulit yang
mereka klaim tidak mengubah nama “Reog”, mungkin karena diikuti nama daerah
Ponorogo maka namanya diubah menjadi “Tarian Barongan”. Padahal wujud Reog itu
bukan naga seperti Barongsai tapi wujud harimau dan burung merak yang sama
seperti Reog Ponorogo. Malaysia kesulitan mencari nama baru sehingga memilih
yang mudah saja, yaitu Tarian Barongan. Bukan itu saja, kisah dibalik tarian
itupun diubah. Hal ini sama seperti ketika Malaysia mengubah lirik lagu Rasa
Sayange. Kalau saja mereka menyertakan informasi dari mana asal tarian tersebut
maka tidak akan ada yang protes. Padahal apa susahnya mencantumkan nama asli
dan bangsa pemiliknya. Seperti yang mereka lakukan pada kesenian Kuda Kepang
yang kalau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Kuda Lumping. Malaysia
mencantumkan nama asal kesenian Kuda Kepang dari Jawa. Kenapa tidak dilakukan
pada kesenian yang lain seperti Reog Ponorogo, Wayang Kulit, Batik, Angklung,
Rendang dan lain-lain.
Malaysia
telah melanggar Hak Cipta yaitu menggunakan budaya asli Indonesia dengan
mengganti nama, cerita, namun kebudayaan tersebut sesungguhnya berasal dari
Indonesia. Pelanggaran Hak Cipta yang telah dilakukan oleh Negara Malaysia
dapat dikenakan tindak pidana ataupun perdata. Sebenarnya, hal ini dapat
dicegah jika Malaysia mencantumkan nama asli dan bangsa pemilik dari kebudayaan
yang dipertunjukkan.
Sumber :
http://lestarij.blogspot.com/2012/06/contoh-kasus-hak-cipta.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar