A.
Hak
Cipta
Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada
dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak
cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan
tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa
berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya
seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup
puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari,
balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar,
patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam
yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak
kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan
intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas
penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk
melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya
(Ajie, 2010).
Penanda hak cipta di dalam yuridiksi tertentu, agar suatu ciptaan
seperti buku atau film mendapatkan hak cipta pada saat diciptakan, ciptaan
tersebut harus memuat suatu pemberitahuan hak cipta. Pemberitahuan atau pesan
tersbut terdiri atas sebuah huruf c di dalam lingkaran atau © atau kata copyright, yang diikuti dengan tahun hak
cipta dan nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan tersebut telah dimodifikasi dan
hak ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka tahun. Bentuk
pesan lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu. Pemberitahuan hak cipta
tersebut bertujuan untuk memberi tahu calon pengguna ciptaan bahwa ciptaan tersebut
berhak cipta (Ajie, 2010).
B.
Sejarah
Hak Cipta di Indonesia
Pada
tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa
memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar
royalti. Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta
berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan
undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut
kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1997, dan pada akhirnya
dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku (Wikipedia).
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World
Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek
Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam
bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun
1997 dan juga meratifikasi World Intellectual
Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta
WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 (Wikipedia).
C.
Jangka Waktu
Perlindungan Hak Cipta
Hak cipta berlaku dalam jangka waktu tertentu berbeda-beda
dalam yuridiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku
tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau
tidak diterbitkan. Misalnya di amerika serikat, masa berlaku hak cipta semua
buku dan ciptaan lain yang diterbitkan sebelum tahun 1923 telah kadaluarsa.
Kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya
sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau sepanjang hidup penciptanya
ditambah 70 tahun. Secara umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada
akhir tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta (Ajie,
2010).
Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum
adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah
pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun
setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk
hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang
dipegang oleh negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi
milik bersama (berdasarkan UU No. 19 Tahun 2002 bab III pasal 50) (Ajie, 2010).
D.
Hak Paten
Istilah paten berasal dari bahasa Inggris “Patent” yang bersumber dari bahasa latin
patere yang berarti membuka diri untuk pemeriksaan atau diketahui pihak lain.
Istilah ini mulai populer sejak munculnya letters
of patent yaitu surat keputusan kerajaan yang memberikan hak eksklusif
kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Pada tahun 1623, Raja James I
memberlakukan Statue of Monopolies
yang mengatur pemberian paten hanya kepada temuan-temuan baru yang dimaksudkan
untuk mendorong inventor agar mau membuka temua atau pengetahuannya demi
kemajuan masyarakat (Medyawati, 2010).
Paten pertama di Amerika Serikat diberikan pada tanggal 30
Juli 1790 atas penemuan metode produksi garam abu. Hak propritas merupakan hak
pemohon untuk mengajukan permohonan untuk negara lain yang tergabung dalam Paris Convention for Protection for
Industrial Property (Paris Convention) atau Agreement Establising World Trade Organization (WTO Agreement) (Medyawati,
2010).
E.
Kegunaan
Paten
Menurut Munandar dan Sitanggang (2008), ada empat alasan
mengapa sistem paten diciptakan. Empat alasan tersebut, antara lain (Medyawati,
2010):
a.
Untuk mengadakan penciptaan itu sendiri.
b.
Untuk menyebarluaskan penemuan yang telah diperoleh.
c.
Untuk menginvestasikan sumber daya yang diperlukan guna
melakukan eksperimen, produksi dan pemasaran atas penemuan yang ada.
d.
Untuk mengembangkan dan menyempurnakan
penemuan-penemuan pendahulu.
Paten merupakan pendorong bagi dilakukannya berbagai kegiatan
riset dan pengembangan secara efisien dengan cara mendorong berbagai perusahaan
menyediakan anggaran besar untuk penelitian, riset serta pengembangan suatu
produk. Paten sering kali dikritik sebgaia alat kaum kapitalis dengan
memanfaatkan posisi dominannya, karena mereka dapat membayar untuk memanfaatkan
suatu penemuan. Jika perlindungan hukum mengenai paten tidak diterapkan dengan
baik, orang yang berbakat di bidang teknologi dan komputer akan pindah ke
negara lain yang lebih menghargai karyanya (Medyawati, 2010).
F.
Contoh Kasus
Hak Cipta
Contoh pelanggaran Hak Cipta yaitu
adanya pelanggaran Hak Cipta yang dilakukan oleh negara Malaysia. Setelah gagal
mengklaim lagu Rasa Sayange, Malaysia mencoba mengklaim kesenian yang lain
yaitu kesenian rakyat Jawa Timur: Reog Ponorogo yang diklaim Malaysia sebagai
kesenian mereka. Kesenian Wayang Kulit yang mereka klaim tidak mengubah nama
“Reog”, mungkin karena diikuti nama daerah Ponorogo maka namanya diubah menjadi
“Tarian Barongan”. Padahal wujud Reog itu bukan naga seperti Barongsai tapi
wujud harimau dan burung merak yang sama seperti Reog Ponorogo. Malaysia
kesulitan mencari nama baru sehingga memilih yang mudah saja, yaitu Tarian
Barongan. Bukan itu saja, kisah dibalik tarian itupun diubah. Hal ini sama
seperti ketika
Malaysia mengubah lirik lagu Rasa
Sayange. Kalau saja mereka menyertakan informasi dari mana asal tarian tersebut
maka tidak akan ada yang protes. Padahal apa susahnya mencantumkan nama asli
dan bangsa pemiliknya. Seperti yang mereka lakukan pada kesenian Kuda Kepang
yang kalau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Kuda Lumping. Malaysia
mencantumkan nama asal kesenian Kuda Kepang dari Jawa. Kenapa tidak dilakukan
pada kesenian yang lain seperti Reog Ponorogo, Wayang Kulit, Batik, Angklung,
Rendang dan lain-lain. Malaysia telah melanggar Hak
Cipta yaitu menggunakan budaya asli Indonesia dengan mengganti nama, cerita, namun
kebudayaan tersebut sesungguhnya berasal dari Indonesia. Pelanggaran Hak Cipta
yang telah dilakukan oleh Negara Malaysia dapat dikenakan tindak pidana ataupun
perdata. Sebenarnya, hal ini dapat dicegah jika Malaysia mencantumkan nama asli
dan bangsa pemilik dari kebudayaan yang dipertunjukkan (Lestari, 2012).
G.
Contoh Kasus
Hak Paten
Produsen raksasa mobil Korea Selatan itu melalui produknya Hyundai Sonata
dan Kia Optima dituding telah menggunakan teknologi hibrida serupa dan gugutan
sudah diajukan Kamis (16/2/2012) di pengadilan federal Baltimore. Paice
terus berusaha menjegal Hyundai dan KIA untuk tidak memproduksi hibrida kecuali
mau diselesaikan dengan jalan membayar lisensi tersebut. Dalam keterangan yang
dikutip caradvice hari ini (20/2/2012) menyebutkan, "Di awal
2004 kami telah menghubungi Hyundai untuk mendiskusikan dan menawarkan
teknologi hybrid ini." Karena tidak ada kelanjutan kerjasama namun secara
tiba - tiba teknologi tersebut muncul di salah satu produknya, Paice menganggap
pengadilan adalah solusinya. Sebelumnya, Paice pernah menuntut Toyota
pada 2010 karena juga memakai sistem hibrida yang sudah dipatenkan sejak 1994.
Setelah berjibaku selama setahun, akhirnya kedua perusahaan menyelesaikan
kemelut tersebut di luar pengadilan, dan Toyota pun terus memproduksi kendaraan
hybrid. Ford pun sempat bersitegang, namun tidak sampai ke meja hijau
karena menyetujui penggunaan lisensi teknologi Paice.
Menurut saya seharusnya sengketa pelanggaran teknologi hybrid yang di
langgaar oleh perusahaan mobil KIA dan HYUNDAI ini ditangani oleh pengadilan
kemudian pengadilan memutuskan hukumannya sesuai dengan UU nomor 14 tahun 2001
pasal 131-135 yang berupa hukuman penjara selama 4 tahun dan denda maksimal 500
juta atau produksi mobil dihentikan. Studi kasus yang diambil kelompok 3
sangatlah menarik karena pada jaman ini teknologi berkembang sangat pesat dan
ada juga pelanggaran-pelanggaran yang dibuat. Semoga kedepannya tidak terjadi
pelanggaran hak paten khususnya bidang industri, dan sebaiknya pencipta suatu
teknologi wajib mematenkan hasil karyanya agar tidak terjadi permasalahan yang
menyebabkan merugi dan menurunkan image dari perusahaan yang
bersangkutan (Kompas, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Ajie, Miyarso Dwi. 2010. Hak Cipta (Copyright). Konsep Dasar dan Fenomena yang
Melatarbelakanginya. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Lestari. 2012. Contoh Kasus Hak Cipta. Jakarta.
Medyawati, Dr. Henny. 2010. Paten. Yogyakarta: New Merah Putih.
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
http://otomotif.kompas.com/read/2012/02/20/972/Hyundai.dan.KIA.Dituntut.Kasus.Hybrid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar